Rabu, 25 Mei 2016

Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

BUMDes merupakan badan usaha, seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa.
Sementara itu untuk jenis usaha yang dapat dikembangkan melalui BUMDes diantaranya : usaha bisnis sosial melalui usaha air minum desa, usaha listrik desa dan lumbung pangan, usaha bisnis penyewaan melalui usaha alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko dan tanah milik BUMDes dan usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan melalui pengembangan kapal desa dan desa wisata.
Untuk mendirikan BUMDes, ada tahapan-tahapan yang dilakukan oleh perangkat desa (terutama kepala desa) sebagai komisaris BUMDes nantinya. Tahapan Pendirian BUMDes harus dilakukan melalui inisiatif desa yang dirumuskan secara partisipatif oleh seluruh komponen masyarakat desa.
Pendirian BUMDes juga dimungkinkan atas inisiatif Pemerintah Kabupaten sebagai bentuk intervensi pembangunan pedesaan untuk mendukung pembangunan daerah.
Secara umum  ada tiga tahapan yang bisa dilalui oleh kepala desa bersama pihak panitia pembentukan BUMDes untuk proses pembentukan BUMDes secara ideal.
Tahapan-tahapan tersebut adalah :
Tahap I : Membangun kesepakatan  antar masyarakat desa dan pemerintah desa untuk pendirian BUMDes yang dilakukan melalui musyawarah desa atau rembug desa. Dalam hal ini Kepala Desa mengadakan musyawarah desa dengan mengundang panitia pembentukan BUMDes, anggota BPD dan pemuka masyarakat serta lembaga kemasyarakatan yang ada didesa. Tujuan dalam pertemuan tahap I ini adalah merumuskan hal-hal berikut:
  1.        Nama, kedudukan dan wilayah kerja BUMDes ;
2.    Maksud dan tujuan pendirian BUMDes ;
3.    Bentuk badan hukum BumDes ;
4.    Sumber permodalan BUMDes ;
5.    Unit – unit usaha BUMDes ;
6.    Organisasi BUMDes ;
7.    Pengawasan BUMDes ;
8.    Pertanggungjawaban BUMDes ;
9.    Jika dipandang perlu membentuk Panitia AD-hoc perumusan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes.

Secara umum dapat di simpulkan bahwa tujuan dari pertemuan tahap I ini adalah untuk mendesain struktur organisasi  BUMDes yang merupakan sebuah organisasi, maka diperlukan adanya struktur organisasi yang menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus tercakup di dalam organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi, konsultatif, dan pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUMDes.
Tahap II Pengaturan organisasi BUMDes yang mengacu kepada rumusan Musyawarah Desa pada Tahap I oleh Penitia Ad-hoc, dengan menyusun dan pengajuan pengesahan terhadap hal-hal berikut :
  1.                Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes yang mengacu pada Peraturan Daerah dan    ketentuan hukum lainnya yang berlaku :
2.    Pengesahan Peraturan Desa tentang Pembentukan BUMDes
3.    Anggaran Dasar BUMDes
4.    Struktur Organisasi dan aturan kelembagaan BUMDes
5.    Tugas dan fungsi pengelola BUMDes
6.    Aturan kerjasama dengan pihak lain
7.    Rencana usaha dan pengembangan usaha BUMDes

Pada tahap ke dua ini point-point yang dibahas juga sekaligus memperjelas kepada semua anggota BUMDes dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami aturan kerja organisasi. Maka diperlukan untuk menyusun AD/ART BUMDes yang dijadikan rujukan pengelola dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes. Melalui penetapan sistem koordinasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas desa berjalan efektif.
Penyusunan job deskripsi bagi setiap pengelola BUMDes sangat diperlukan untuk dapat memperjelas peran dari masing-masing orang. Dengan demikian, tugas, tanggungjawab, dan wewenang pemegang jabatan tidak memiliki duplikasi yang memungkinkan setiap jabatan/pekerjaan yang terdapat di dalam BUMDes diisi oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya.
Tahap III : Pengembangan dan Pengelolaan BUMDes, dengan aktivitas:
  1.       .      Merumuskan dan menetapkan sistem penggajian dan pengupahan pengelola BUMDes,
2.    Pemilihan pengurus dan pengelola BUMDes
3.    Menyusun sistem informasi pengelolaan BUMDes
4.    Menyusun sistem administrasi dan pembukuan BUMDes
5.    Penyusunan rencana kerja BUMDes.

Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUMDes.
Jenis usaha BUMDesa dibagi menjadi 6 klasifikasi jenis usaha sebagai berikut:
Serving: BUM Desa menjalankan ”bisnis sosial” yang melayani warga, yakni dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan kalimat lain, BUM Desa ini memberikan social benefits kepada warga, meskipun tidak memperoleh economic profit yang besar. Contoh jenis usaha Serving yaitu Usaha air minum desa baik pengelolaan air bersih maupun pengelolaan air minum (suling), usaha listrik desa, lumbung pangan, dll

Banking: BUM Desa menjalankan ”bisnis uang”, yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang didapatkan masyarakat desa dari para rentenir desa atau bank-bank konvensional. Contoh jenis usaha Banking yaitu : Bank desa atau lembaga perkreditan desa atau lembaga keuangan mikro desa, unit usaha dana bergulir dsb.

Renting: BUM Desa menjalankan bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa. Ini sudah lama berjalan di banyak di desa, terutama desa-desa di Jawa. Contoh jenis usaha Renting yaitu: Penyewaan traktor, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko, tanah, dan sebagainya.

Brokering: BUM Desa menjadi “lembaga perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar. Atau BUM Desa menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat. Contoh jenis usaha Brokering yaitu: Jasa pembayaran listrik, PAM, Telp, Jasa Perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor dll. Desa juga dapat mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat.

Trading: BUM Desa menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada sekala pasar yang lebih luas. Contoh jenis usahaTrading antara lain: Pabrik es, pabrik asap cair, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, dll.

Holding: BUM Desa sebagai ”usaha bersama”, atau sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada di desa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUM Desa agar tumbuh usaha bersama.
Contoh jenis usaha Holding yaitu: 1) Kapal desa yang berskala besar untuk mengorganisir dan mewadahi nelayan-nelayan kecil; 2) ”Desa wisata” yang mengorganisir berbagai jenis usaha dari kelompok masyarakat: makanan, kerajinan, sajian wisata, kesenian, penginapan, dll.
Pada saat diskusi penyusunan Policy Paper muncul adanya satu klasifikasi jenis usaha lain yang sebenarnya dapat diselenggarakan oleh BUMDesa yakni Contracting. Yaitu usaha kemitraan yang dilakukan oleh Unit Usaha dalam BUMDesa dengan Pemerintah Desa atau pihak lain. Misalnya Unit Usaha ”Pemborong/ Pengembang” untuk mengerjakan ”proyek” pembangunan fisik desa, seperti: pembuatan talut, pengerasan jalan, rumah sederhana dan pembangunan sarana prasarana (sapras) lain yang ber-skala desa. Pembangunan sapras tersebut berkualifikasi tidak memerlukan kompetensi teknis yang rumit alias dapat dikerjakan oleh warga desa yang berprofesi sebagai tukang bangunan. Contoh unit usaha lain dari jenis usaha ini yakni dibentuknya Unit Usaha Cleaning Service untuk membersihkan gedung perkantoran atau perusahaan yang beroperasi di desa tersebut, atau dibentuknya Unit Usaha Catering untuk memenuhi kebutuhan ”makan siang/ konsumsi rapat”. Jenis usaha ini sangat selaras dengan asas Rekognisi dan Subsidiaritas yang diamanahkan dalam UU 6/2014 tentang desa.
Dasar Hukum Pendirian BUMDes

Pendirian BUMDes dilandasi oleh UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Secara rinci tentang kedua landasan hukum BUMDes adalah:
1. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”
2. PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa: Pasal 78
1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa.
2) Pembentukan BUMDes   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.

Pasal 79
1)  Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
2)  Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:

1.    Pemerintah Desa;
2.    Tabungan masyarakat;
3.    Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
4.    Pemerintah Kabupaten/ Kota;
5.    Pinjaman; dan/atau
6. Penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.

3)  Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat.

Pasal 80
1)  Badan Usaha Milik Desa  dapat  melakukan  pinjaman  sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2)  Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.

Pasal 81
1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
  1. Bentuk badan hukum;
  2. Kepengurusan;
  3. Hak dan kewajiban;
  4. Permodalan;
  5. Bagi hasil usaha atau keuntungan;
  6. Kerjasama dengan pihak ketiga;
  7. Mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban