Rabu, 20 Juni 2018

HIBAH

Arti Hibah
Di dalam hukum positif, mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 KUHPerdata
Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPerdata, yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. 
Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

Syarat, Tata Cara Hibah
  1. Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu itu. Anak-anak di bawah umur juga tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam bab ke tujuh dari buku ke satu KUHperdata.
  2. Suatu hibah harus dilakukan dengan akta notaris/ppat.
  3. Suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan suatu akibat mulai dari penghibahan dengan kata-kata yang tegas yang diterima oleh sipenerima hibah.
  4. Penghibahan kepada orang yang belum dewasa berada di bawah kekuasaan orang tua harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Hibah kepada anak-anak di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.
Sebelum lahirnya PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, bagi mereka yang tunduk kepada KUHPerdata, akta hibah harus dibuat dalam bentuk tertulis dari Notaris, namun setelah lahir PP 24/1997 setiap pemberian hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta PPAT (pasal 37 (1) PP 24/1997)

PPH (Pajak Penghasilan)

Yang dikecualikan dari objek pajak PPH dalam hibah adalah :
Hibah yang diterima oleh garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro/kecil (Pasal 4 (3) huruf (a) angka (2) UU no. 36/2008 tentang Perubahan keempat atas UU no. 7/1983 tentang PPH

BPHTB

UU no. 20/2000 tentang perubahan atas UU no. 21/1997 tentang BPHTB

Pasal 2 :
  1. Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
  2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi pemindaham hak karena HIBAH (salah satunya).
Pasal 3 ayat 1 :

Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah;

Pasal 3 ayat 1 UU no. 12/1994 tentang perubahan atas UU no. 12/1985 tentang PBB :

Objek Pajak  yang tidak dikenakan PBB adalah objek pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

SYARAT PEMBERIAN HIBAH
  1. Sudah dewasa, yaitu mereka yang telah mencapai usia 21 Tahun atau sudah pernah menikah (Pasal 330, 1677 KUHPerdata)
  2. Pemberi dan penerima hibah masih hidup;
  3. TIdak mempunyai hubungan perkawinan sebagai suami istri (hibah antara suami istri tidak diperbolehkan selama perkawinan) Pasal 1678 (1) KUHPerdata, tetapi KUHPerdata masih memperbolehkan hibah yang dilakukan antara suami istri terhadap benda-benda yang harganya tidak terlalu tinggi sesuai dengan kemampuan penghibah (Pasal 1678 (2) KUHPerdata).
SYARAT PENERIMAAN HIBAH

  1. Penerima hibah sudah ada pada saat terjadinya penghibahaan atau bila ternyata kepentingan si anak yang ada dalam kandungan menghendakinya, maka undang-undang dapat menganggap anak yang ada di dalam kandungan itu sebagai telah dilahirkan (Pasal 2 KHPerdata).
  2. Lembaga-lembaga umum atau lembaga keagamaan juga dapat menerima hibah, asalkan presiden atau penguasa yang ditunjuk olehnya  yaitu Menteri Kehakiman, memberikan kekuasaan kepada pengurus, lembaga-lembaga tersebut untuk menerima pemberian itu (Pasal 1680 KUHPerdata) ;
  3. Pemberian hibah bukan bekas wali dari pemberi hibah, tetapi apabila si wali telah mengadakan perhitungan pertanggungjawaban atas perwaliannnya, maka wali itu dapat menerima hibah (Pasal 904 KUHPerdata);
  4. Penerima hibah bukanlah notaris, dimana dengan perantaranya dibuat akta umum dari suatu wasiat yang dilakukan oleh pemberi hibah dan juga bukan saksi yang menyelesaikan pembuatan akta itu (Pasal 907 KUHPerdata).
SYARAT-SYARAT BENDA YANG DIHIBAHKAN
  1. Benda yang dihibahkan harus merupakan benda yang sudah ada saat penghibahan itu dilakukan. Suatu hibah adalah batal atau tidak sah apabila dilakukan terhadap barang-barang yang belum ada atau baru ada dikemudian hari (Pasal 1667 KUHPerdata);
  2. Julah harta atau benda-benda itu tidak boleh melanggar atau melebihi jumlah legitime portie (suatu bagian mutlak dari ahli waris yang akan meninggalkan warisan atau tidak dikurangi dengan pemberian semasa hidup si pewaris atau pemberian dengan wasiat (Pasal 913 KUHPerdata).
Ketentuan di atas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam proses hibah, apabila tidak terpenuhi maka bisa saja perjanjian hibah dianggap batal demi hukum atau dapat dibatalkan.

Setelah perjanjian hibah terpenuhi masing-masing pihak akan memikul hak dan kewajiban dalam KUHPerdata hak dan kewajiban bagi para pihak adalah sbb :

Hak yang timbul dari Perjanjian Hibah :
  1. Pemberi hibah berhak untuk memakai sejumlah uang dari harta atau benda yang dihibahkannya, asalkan hak ini diperjanjikan dalam penghibahan (Pasal 1671 KUHPerdata);
  2. Pemberi hibah berhak untuk mengambil benda yang telah diberikannya jika si penerima hibah dan keturunan-keturunannya meninggal terlebih dahulu dari si penghibah, dengan catatan ini dapat berlaku sudah diperjanjikan terlebih dahulu (Pasal 1672 KUHPerdata).
  3. Pemberi hibah dapat menarik kembali pemberiannya, jika penerima hibah tidak mematuhi kewajiban yang ditentukan dalam akta hibah atau hal-hal lain yang dinyatakan dalam KUHPerdata. Apabila penghibahan telah dilakukan dan penerima hibah atau orang lain dengan suatu akta PPAT, diberikan kuasa olehnya untuk menerima hibah, setelah menerima pernyataan (levering) benda yang dihibahkan itu, maka secara yuridis si penerima hibah telah berhak menggunakan benda yang dihibahkan kepadanya sesuai dengan keperluannya. Karena hak milik dari benda-benda yang dihibahkan itu telah beralih dari si pemberi hibah kepada si penerima hibah.
Kewajiban yang timbul dari Perjanjian Hibah
  1. Kewajiban pemberi hibah. Setelah pemberi hibah menyerahkan harta atau benda yang dihibahkannya kepada penerima hibah atau orang lain yang diberikan kuasa untuk itu, maka sejak saat itu tidak ada lagi kewajiban-kewajiban apapun yang mengikat pemberi hibah. 
  2. Kewajiban penerima hibah menurut pasal 1666 KUHPerdata, penghibahan adalah suatu pemberian cuma-cuma (om niet), namun KHUPerdata memberikan kemungkinan bagi penerima hibah untuk melakukan suatu kewajiban kepada penerima hibah sebagai berikut :
  • Penerima hibah berkewajiban untuk melunasi hutang-hutang penghibah atau benda-benda lain, dengan catatan hutang-hutang atau beban-beban yang harus dibayar itu disebutkan dengan tegas di dalam akta hibah. Hutanghutang atau beban itu harus dijelaskan, hutang atau beban itu harus dijelaskan, hutang atau beban yang mana (kepada siapa harus  dilunasi dan berapa jumlahnya).
  • Penerima hibah diwajibkan untuk memberikan tunjangan nafkah kepada pemberi hibah jika pemberi hibah jatuh dalam kemiskinan.
  • Penerima hibah diwajibkan untuk mengembalikan benda-benda yang telah dihibahkan, kepada pemberi dan pendapatan-pendapatannya terhitung mulai dimajukannnya gugatan untuk menarik kembali hibah berdasarkan alasan-alasan yang diatur oleh KUHPerdata. Apabila benda yang dihibahkan itu telah dijual, maka ia berkewajiban untuk mengembalikan pada waktu dimasukkannya gugatan dengan disertai hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan sejak saat itu (KUHPerdata).
  • Pemberi hibah berkewajiban untuk memberi ganti rugi kepada pemberi hibah, untuk hipotik-hipotik dan benda-benda lainnya yang dilekatkan olehnya atas benda tidak bergerak.
    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar